Searching...

JENDELA KITA

Sabtu, 11 Februari 2023

Budaya Positif

 

BUDAYA POSITIF

 

OLEH : LUQMAN FARIQ

CGP ANGKATAN 7 KABUPATEN BONDOWOSO

 

Zaman telah berubah, membangun kedisiplinan dengan kekerasan yang belum lama dianggap sangat efektif dan baik. Banyak instansi masih meyakini membangun kedisiplinan dengan cara kekerasan, banyak negara juga masih menggunakannya.

Masuknya HAM dalam ruang public telah banyak merubah pemahaman arti kedisiplinan. Disiplin Militeristik dianggap tidak sesuai dengan keadaan zaman saat ini. Dimana dibutuhkan inovasi, kreatifitas cepat yang hanya bisa terjadi jika ruang berfikir dan kebebasan dibuka seluas luasnya.

Dunia persekolahan/ ruang Pendidikan mendapat perhatian serius dalam perubahan konsep pengajaran dan Pendidikan. Para ahli dan praktisi banyak memiliki kesamaan akan pentingnya perubahan positif yang humanistis dalam dunia Pendidikan.

Tidak terkecuali disekolah kami, kampanye tentang Pendidikan ramah dan berkarakter terus digemakan dalam setiap kesempatan. Dalam upacara, kegiatan kesiswaan dan pertemuan wali murid selalu di sampaikan pentingnya Pendidikan karakter dan ramah. Penghargaan atas perbedaan dan Pendidikan yang terdeferensiasi menjadi poin penting dalam setiap kegiatan. Membiasakan menghargai perbedaan misalnya upacara hari tertentu memakai baju adat nasional, merupakan sarana untuk menghargai budaya lain. Buliying dan peringkat kelas di hilangkan juga demi terjaganya nuansa keramahan dan hilangnya sekat sekat perbedaan.

 


 Kegiatan aksi nyata lainnya yang sejalan dengan visi sekolah adalah mengajak siswa untuk mempunyai kepedulian dan empati terhadap sesama dan juga lingkungan sekitar. Hal ini sejalan dengan visi sekolah yaitu menjadi lembaga pendidikan yang aman dan nyaman. Saat ini fenomena bullying menjadi satu permasalahan yang perlu untuk mendapatkan penanganan yang maksimal. Bullying bisa dicegah dengan seringnya memberikan pendampingan dan pemahaman tentang arti peduli dan empati pada sesama. Sekolah yang aman akan memberikan rasa keamanan kepada semua warganya. Tidak akan ditemukan siswa yang drop out karena kasus pembulian ataupun karena perlakuan guru atau warga sekolah yang merugikan. Suasana aman akan berdampak baik pada proses pembelajaran yang berlangsung, sehingga diharapkan setiap murid menemukan qodratnya masing masing.

 



        Aksi nyata lain selain praktek berbudaya positif juga menyebarkannya dalam masyarakat, lewat media sosial dan penyiaran potcast dengan narasumber yang berkaitan dengan tema budaya positif tertentu, misalnya kerajinan, kebersihan, antri, hormat pada guru, hormat pada peraturan. Pelestarian alam berkelanjutan juga sering menjaadi tema dalam diskusi dan sosialisasi. Lingkungan yang bersih dan rindang akan memberikan kenyamanan. Pentingnya menjaga kebersihan lingkungan menjadi sebuah isu yang perlu juga untuk kami angkat mengingat lingkungan juga memegang peran penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Aksi nyata kami mengajak para siswa untuk senantiasa menjaga kebersihan kelas dan selanjutnya membersihkan lingkungan sekolah demi terwujudnya pelestarian yang berkelanjutan.



 

 Keyakinan kelas yang dulu kami menyebutkan kontrak kelas, merupakan langkah wajib setiap guru diawal pembelajaran. Langkah tersebut diyakini mampu menghambat siswa bermasalah meneruskan kenakalannya, karena akan terhambat dengan tulisan tujuan sendiri di keyakinan kelas yang dibuatnya bersama dahulu.

 

Dalam pemberitahuan kami kepada rekan guru, proses penanganan siswa bermasalah memiliki cara baru. Kami menyampaikan beberapa poin penting terkait penerapan budaya positif diantara: Disiplin positif dan nilai kebajikan universal, Teori motivasi, hukuman penghargaan dan restitusi, Keyakinan Kelas, Kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, Lima posisi kontrol, dan Segitiga Restitusi. Kami memberikan contoh yang mereka semua sangat penasaran dan ingin mencoba menerapkannya.

 

a.    Disiplin positif dan nilai kebajikan universal

Budaya positif merupakan sebuah langkah yang bisa dilakukan untuk memulai sebuah perubahan menuju kearah yang lebih baik. Budaya positif bisa dimulai dari disiplin positif. Ketika kita mendengar kata disiplin yang terbayang dalam benak kita pastilah sesuatu yang terkait dengan ketidaknyaman. Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara, untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud disini adalah disiplin diri, yaitu bagaimana kita memilii motivasi internal untuk menghargai diri kita sendiri dengan melakukan hal hal yang positif dan mengandung nilai kebaikan tanpa ada paksaan dari orang lain.  Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.  Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.  

 b.    Teori motivasi, hukuman konsekuensi dan restitusi

Dalam teori motivasi mengutip dari Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:

1.    Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

2.    Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.

3.    Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Dari ketiga motivasi tersebut, motivasi yang nomer 3 yang termasuk dalam tingkatan yang paling tinggi, dimana individu akan melakukan sebuah Tindakan karena didasari oleh keinginan yang muncul dalam diri.

Hukuman merupakan tindak lanjut sebuah perilaku yang diberikan yang sifatnya paksaan, menyakitkan,memberik an dampak negatif, tidak memberikan kesempatan anak belajar memperbaiki dirinya.

Konsekuensi merupakan tindak lanjut sebuah perilaku yang diberikan yang sifatnya karena ada kesepakatan dari sebuah peraturan, sehingga anak "tergantung " dengan peraturan 

Restitusi merupakan tindak lanjut sebuah perilaku anak yang memberikan ruang/ tawaran kepada anak untuk memperbaiki kesalahannya, kembali kepada kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat.

 

c.    Keyakinan Kelas

Keyakinan kelas adalah suatu paradigma yang mendasarkan hati nurani dan akal kita pada nilai - nilai kebajikan universal yang kita percaya dan ingin kita kembangkan dalam diri kita. Keyakinan kelas ini yang lebih luas cakupannya daripada peraturan kelas dan memotivasi anak dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Keyakinan kelas bersifat lebih ‘ abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu

d.    Kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas

Perilaku anak dimotivasi oleh keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Terdapat lima kebutuhan dasar manusia, yaitu: Kebutuhan bertahan hidup (survival), Kebutuhan untuk merasa diterima (kasih sayang), Kebutuhan penguasaan (pengakuan atas kemampuan), Kebutuhan akan kebebasan (pilihan), Kebutuhan akan kesenangan (joy).

e.    Lima posisi control

Dalam menjalankan posisi kita sebagai pendidik khususnya dalam membangun budaya positif di sekolah, guru bisa berposisi dalam lima posisi kontrol berikut: Penghukum,,Pembuat merasa bersalah ,Teman, Pemantau Manager.

 f.     Segitiga Restitusi

Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004 dalam Kemendikbudristek Modul GP 1.4). Restitusi merupakan sebuah proses dialog yang dijalankan oleh guru atau orang tua agar dapat menghasilkan murid yang mandiri dan bertanggungjawab. Proses restitusi dilaksanakan meliputi 3 rangkaian tahapan yaitu :

1)    Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity) dimana tahapan ini merupakan bagian dasar dari segitiga restitusi yang mana bertujuan untuk mengubah identitas anak dari seorang indovidu yang merasagagal menjadi individu sukses. Pada tahapan ini kita berusaha untuk memahami posisi anak yang melakukan kesalahan dimana sebenarnya mereka bertujuan memenuhi kebutuhan dasarnya akan tetapi mengalami sebuah benturan dengan aturan yang berlaku.

2)    Validasi Tindakan yang Salah dimana tahapan ini kita berusaha untuk memberikan pemenuhan kebutuhan dasar seorang anak dengan cara merubah cara pandang kita dari stumulus response ke cara berpikir proaktif yaitu dengan memahai bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang individu pasti ada tujuannya. Dengan demikia maka kita akan mudah untuk menghakimi setiap tindakan yang menurut kita sudah menyalahi aturan yang berlaku, sehingga anak akan merasa bahwa mereka dipahami posisinya dan terpenuhi kebutuhan dasarnya.

3)    Menanyakan Keyakinan dimana pada tahapan ini guru akan memberikan kesempatan keoada siswa untuk meningat Kembali keyakinan yang mereka Yakini terkait dengan nilai-nilai kebijakan universal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

0 comments:

Posting Komentar